ahlussunah wal jama'ah

14:54 No Comment


AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH: GOLONGAN YANG SELAMAT (al Firqah an-Najiyah)





Bersabda Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW, maknanya:“dan sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 di antaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud)
Akal adalah syahid (saksi dan bukti) akan kebenaran syara’. Inilah sebenarnya yang dilakukan oleh ulama tauhid atau ulama al-kalam (teologi). Yang mereka lakukan adalah taufiq (pemaduan) antara kebenaran syara’ dengan kebenaran akal, mengikuti jejak nabi Ibrahim -seperti dikisahkan al-Quran- ketika membantah raja Namrud dan kaumnya, di mana beliau menundukkan mereka dengan dalil akal. Fungsi akal dalam agama adalah sebagai saksi bagi kebenaran syara’ bukan sebagai peletak dasar bagi agama itu sendiri. Berbeza dengan golongan falsafah yang berbicara tentang Allah, malaikat dan banyak hal lainnya yang hanya berdasarkan penilaian akal semata-mata. Mereka menjadikan akal sebagai dasar agama tanpa memandang ajaran yang dibawa para nabi dan rasul.
Tuduhan kaum Musyabbihah dan Mujassimah iaitu kaum yang sama sekali tidak memfungsikan akal dalam agama, terhadap Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai ’Aqlaniyyun (kaum yang hanya mengutamakan akal) atau sebagai kaum Mu’tazilah atau Afrakh al-Mu’tazilah (anak bibitan kaum Mu’tazilah) dengan alasan kerana menggunakan akal sebagai salah satu sumber utama, adalah tuduhan yang amat salah. Ini tidak ubah seperti kata pepatah arab “Qabihul Kalam Silahulliam” (kata-kata yang jelek adalah senjata para pengecut). Secara ringkas tetapi namun padat, kita ketengahkan pembahasan tentang Ahlussunnah sebagai al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat), asal-usulnya, dasar-dasar ajaran dan sistemnya.

sejarah kh hasyim asy'ari

14:50 No Comment


HADLRATUS SYAIKH MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI : 




Sebuah Catatan Mengenai Ketegasan Seorang Pejuang Aswaja
Penganut, Pengamal dan Pejuang Aswaja
KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Lahir 1287 H/1871 M, Wafat 1366 H/1947) adalah salah seorang ulama besar Indonesia. Selain belajar kepada para ulama pesantren di Indonesia, seperti KH Kholil Bangkalan, KH Ya’qub Siwalan dan lainnya, beliau juga menimba ilmu dari para ulama sunni di Makkah seperti Syekh Sa’id al Yamani, Sayyid Husein al Habsyi, Syekh Bakr Syatha, Sayyid Alawi bin Ahmad as-Saqqaf, Syekh Shalih Bafadhl, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Tarmasi, Syekh Muhammad Nawawi al Bantani, Syekh Ahmad Khathib al Minangkabawi, Syekh Syu’aib bin Abdurrahman al Maghribi dan lainnya.
Sebagaimana guru-guru beliau, KH Hasyim Asy’ari adalah penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahkan kemudian menjadi tokoh pejuang Ahlussunnah paling terkemuka di Indonesia.[1]

KH Hasyim Asy’ari menegaskan akidah tanziih[2]; bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu-pun di antara makhluk-Nya, Allah bukan jism dan maha suci dari sifat-sifat jism, maha suci dari arah, masa dan tempat. Beliau menjelaskan kebolehan bertawassul dengan adz-Dzawaat al Faadhilah, seperti para nabi, Ahl al bayt dan para wali, baik ketika mereka masih hidup ataupun sesudah meninggal, bahkan beliau sendiri sering bertawassul dalam karya-karyanya. Beliau juga menegaskan bahwa melakukan safar untuk ziarah ke makam Nabi termasuk sunnah yang disepakati oleh ummat Islam  dan qurbah (perbuatan taat) yang sangat agung dan memiliki keutamaan yang sangat dianjurkan. Beliau juga menganjurkan agar peziarah bertabarruk dengan melihat Raudlah dan Mimbar Nabi.[3]

KH Hasyim Asy’ari juga menegaskan kewajiban bermadzhab bagi seseorang yang bukan mujtahid mutlak meskipun telah memenuhi sebagian syarat-syarat ijtihad. Madzhab yang bisa diikuti pada dasarnya adalah madzhab siapa-pun asalkan pendirinya adalah seorang mujtahid mutlak, karena memang para ulama mujtahid mutlak bukan hanya pendiri madzhab empat, seperti Sufyan ats-Tsawri, Sufyan ibn ‘Uyainah, Ishaq ibn Ra-hawaih dan lainnya, namun KH Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa sekelompok ulama madzhab Syafi’i menyatakan tidak boleh bertaklid kepada selain imam madzhab empat karena beberapa alasan teknis. Oleh karenanya orang yang keluar dari madzhab empat di zaman sekarang termasuk kelompok ahli bid’ah (Mubtadi’ah).[4]

Dalam menyikapi perbedaan (ikhtilaf) antara empat madzhab dan perbedaan dalam intern madzhab Syafi’i, KH Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa hal tersebut sah-sah saja. Sudah maklum bahwa ikhtilaf dalam furu’ itu telah terjadi di kalangan para sahabat Rasulullah dan mereka tidak pernah saling menyesatkan. Begitu pula antara imam Abu Hanifah dan imam Malik misalnya, telah terjadi perbedaan pendapat dalam sekitar 4000 masalah fiqh ibadah dan mu’amalah, juga antara imam Ahmad bin Hanbal dan imam Syafi’i. Demikian pula terjadi perbedaan pendapat antara para ulama dalam intern madzhab Syafi’i, antara Syakhay al Madzhab; ar-Rafi’i dan an-Nawawi, Ahmad ibnu Hajar al Haytami dan Muhammad ar-Ramli dan para pengikut mereka. Mereka tidak pernah saling membenci, bermusuhan, iri dengki. Sebaliknya mereka tetap saling mencintai dan bersaudara dengan tulus.[5]

KH Hasyim Asy’ari juga mengikuti mayoritas ulama yang membagi bid’ah menjadi bid’ah wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah. Beliau menegaskan bahwa menggunakan tasbih, melafalkan niat (membaca Ushalli), talqin mayit, sedekah untuk mayit, tahlilan, ziarah kubur dan semacamnya adalah bid’ah hasanah bukan bid’ah sayyi-ah. [6]


keluarga besar nabi muhammad saw

14:46 No Comment


keluarga Besar Nabi Muhammad SAW


Nasab Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam 
Nasab Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terbagi ke dalam tiga klasifikasi: Pertama, yang disepakati oleh ahlus Siyar wal Ansaab (Para Sejarawan dan Ahli Nasab); yaitu urutan nasab beliau hingga kepada Adnan. Kedua, yang masih diperselisihkan antara yang mengambil sikap diam dan tidak berkomentar dengan yang mengatakan sesuatu tentangnya, yaitu urutan nasab beliau dari atas Adnan hingga Ibrahim 'alaihissalam. Ketiga,
yang tidak diragukan lagi bahwa didalamnya terdapat riwayat yang tidak shahih, yaitu urutan nasab beliau mulai dari atas Ibrahim hingga Nabi Adam 'alaihissalam. dan berikut ini penjelasan detail tentang ketiga klasifikasi tersebut:
§ Klasifikasi Pertama: Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Muththalib (nama aslinya; Syaibah) bin Hasyim (nama aslinya: 'Amru) bin 'Abdu Manaf (nama aslinya: al-Mughirah) bin Qushai (nama aslinya: Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr (julukannya: Quraisy yang kemudian suku ini dinisbatkan kepadanya) bin Malik bin an-Nadhar (nama aslinya: Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (nama aslinya: 'Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'add bin Adnan. 

§ Klasifikasi Kedua: (dari urutan nasab diatas hingga ke atas Adnan) yaitu, Adnan bin Adad bin Humaisa' bin Salaaman bin 'Iwadh bin Buuz bin Qimwaal bin Abi 'Awwam bin Naasyid bin Hiza bin Buldaas bin Yadlaaf bin Thaabikh bin Jaahim bin Naahisy bin Maakhi b in 'Iidh bin 'Abqar bin 'Ubaid bin ad-Di'aa bin Hamdaan bin Sunbur bin Yatsribi bin Yahzan bin Yalhan bin Ar'awi bin 'Iidh bin Diisyaan bin 'Aishar bin Afnaad bin Ayhaam bin Miqshar bin Naahits bin Zaarih bin Sumay bin Mizzi bin 'Uudhah bin 'Uraam bin Qaidaar bin Isma'il bin Ibrahim 'alaihimassalam.
§ Klasifikasi Ketiga: (dari urutan nasab kedua klasifikasi diatas hingga keatas Nabi Ibrahim) yaitu, Ibrahim 'alaihissalam bin Taarih (namanya: Aazar) bin Naahuur bin Saaruu' atau Saaruugh bin Raa'uw bin Faalikh bin 'Aabir bin Syaalikh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh 'alaihissalam bin Laamik bin Mutwisylakh bin Akhnukh (ada yang mengatakan bahwa dia adalah Nabi Idris 'alaihissalam) bin Yarid bin Mahlaaiil bin Qainaan bin Aanuusyah bin Syits bin Adam 'alaihissalam.

Keluarga besar Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam

Al-Usrah an-Nabawiyyah (Keluarga Besar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) lebih dikenal dengan sebutan al-Usrah al-Hasyimiyyah (dinisbatkan kepada kakek beliau, Hasyim bin ‘Abdu Manaf), oleh karenanya kita sedikit akan menyinggung tentang kondisi Hasyim ini dan orang-orang setelahnya dari keluarga besar beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam : 

§ Hasyim : adalah orang yang bertindak sebagai penanggung jawab atas penanganan air (as-Siqayah) dan penyediaan makanan (ar-Rifadah) terhadap Baitullah dari keluarga Bani 'Abdi Manaf ketika terjadi perundingan antara Banu 'Abdi Manaf dan Banu 'Abdid Daar dalam masalah pembagian kekuasaan antar kedua belah fihak. Hasyim dikenal sebagai orang yang hidup dalam kondisi yang baik dan memiliki martabat tinggi. Dia lah orang pertama yang menyediakan makanan berbentuk ats-Tsarid (semacam roti yang diremuk dan direndam dalam kuah) kepada jama'ah-jama'ah haji di Mekkah. Nama aslinya adalah 'Amru, adapun kenapa dia dinamakan Hasyim, hal ini dikarenakan pekerjaannya yang meremuk-remukan roti (sesuai dengan arti kata Hasyim dalam Bahasa Arabnya-red). Dia juga lah orang pertama yang mencanangkan program dua kali rihlah (bepergian) bagi kaum Quraisy, yaitu: Rihlatus Syitaa' ; bepergian di musim dingin dan Rihlatush Shaif; bepergian di musim panas (sebagaimana dalam surat Quraisy ayat 2 -red). 

§ 'Abdul Muththalib : Dia adalah orang yang ditokohkan, disegani dan memiliki kharisma di kalangan kaumnya. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan al-Fayyadh karena kedermawanannya (sebab al-Fayyadh artinya dalam Bahasa Arab adalah yang murah hati-red)}. Ketika Syaibah ('Abdul Muththalib) menginjak remaja sekitar usia 7 tahun atau 8 tahun lebih, al- Muththalib, kakeknya mendengar berita tentang dirinya lantas dia pergi mencarinya. Ketika bertemu dan melihatnya, berlinanglah air matanya, lalu direngkuhnya erat-erat dan dinaikkannya ke atas tunggangannya dan memboncengnya namun cucunya ini menolak hingga diizinkan dahulu oleh ibunya. Kakeknya, al- Muththalib kemudian meminta persetujuan ibunya agar mengizinkannya membawa serta cucunya tersebut tetapi dia (ibunya) menolak permintaan tersebut. Al-Muththalib lantas bertutur: "sesungguhnya dia (cucunya, 'Abdul Muththalib) akan ikut bersamanya menuju kekuasaan yang diwarisi oleh ayahnya (Hasyim-red), menuju Tanah Haram Allah". Barulah kemudian ibunya mengizinkan anaknya dibawa. Abdul Muththalib dibonceng oleh kakeknya, al-Muththalib dengan menunggangi keledai miliknya. Orang-orang berteriak: "inilah 'Abdul Muththalib!". Kakeknya, al-Muththalib memotong teriakan tersebut sembari berkata: "celakalah kalian! Dia ini adalah anak saudaraku (keponakanku), Hasyim". 'Abdul Muththalib akhirnya tinggal bersamanya hingga tumbuh dan menginjak dewasa. Al-Muthtthalib meninggal di Rodman, di tanah Yaman dan kekuasaannya kemudian digantikan oleh cucunya, 'Abdul Muththalib. Dia menggariskan kebijakan terhadap kaumnya persis seperti nenek-nenek moyang dulu akan tetapi dia berhasil melampaui mereka; dia mendapatkan kedudukan dan martabat di hati kaumnya yang belum pernah dicapai oleh nenek-nenek moyangnya terdahulu; dia dicintai oleh mereka sehingga kharisma dan wibawanya di hati mereka semakin besar.

'Abdul Muththalib mempunyai sepuluh orang putera, yaitu: al-Harits, az-Zubair, Abu Thalib, 'Abdullah, Hamzah, Abu Lahab, al-Ghaidaaq, al-Muqawwim, Shaffar, al-'Abbas. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa mereka berjumlah sebelas orang, yaitu ditambah dengan seorang putera lagi yang bernama Qutsam. Ada lagi versi riwayat yang menyebutkan bahwa mereka berjumlah tiga belas orang ditambah (dari nama-nama yang sudah ada pada dua versi diatas) dengan dua orang putera lagi yang bernama 'Abdul Ka'bah dan Hajla. Namun ada riwayat yang menyebutkan bahwa 'Abdul Ka'bah ini tak lain adalah al-Muqawwim diatas sedangkan Hajla adalah al-Ghaidaaq dan tidak ada diantara putera-puteranya tersebut yang bernama Qutsam. Adapun puteri-puterinya berjumlah enam orang, yaitu: Ummul Hakim (yakni al-Baidha'/si putih), Barrah, 'Atikah, Arwa dan Umaimah.
§ 'Abdullah, ayahanda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam : Ibu 'Abdullah bernama Fathimah binti 'Amru bin 'Aaiz bin 'Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. 'Abdullah ini adalah anak yang paling tampan diantara putera-putera 'Abdul Muththalib, yang paling bersih jiwanya dan paling disayanginya. Dia lah yang sebenarnya calon kurban yang dipersembahkan oleh 'Abdul Muththalib sesuai nazarnya diatas. Ceritanya; ketika 'Abdul Muththalib sudah komplit mendapatkan sepuluh orang putera dan mengetahui bahwa mereka mencegahnya untuk melakukan niatnya, dia kemudian memberitahu mereka perihal nazar tersebut sehingga mereka pun menaatinya. Dia menulis nama-nama mereka di anak panah yang akan diundikan diantara mereka dan dipersembahkan kepada patung Hubal, kemudian undian tersebut dimulai maka setelah itu keluarlah nama 'Abdullah. 'Abdul Muththalib membimbingnya sembari membawa pedang dan mengarahkan wajahnya ke Ka'bah untuk segera disembelih, namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-pamannya (dari fihak ibu) dari Bani Makhzum dan saudaranya, Abu Thalib. Menghadapi sikap tersebut, 'Abdul Muththalib berkata: "lantas, apa yang harus kuperbuat dengan nazarku?". Mereka menyarankannya agar dia menghadirkan dukun/peramal wanita dan meminta petunjuknya. 

     Dia kemudian datang kepadanya dan meminta petunjuknya. Dukun/peramal wanita ini memerintahkannya untuk menjadikan anak panah undian tersebut diputar antara nama 'Abdullah dan sepuluh ekor onta; jika yang keluar nama Abdullah maka dia ('Abdul Muththalib) harus menambah tebusan sepuluh ekor onta lagi, begitu seterusnya hingga Tuhannya ridha. Dan jika yang keluar atas nama onta maka dia harus menyembelihnya sebagai kurban. 'Abdul Muththalib pun kemudian pulang ke rumahnya dan melakukan undian (sebagaimana yang diperintahkan dukun wanita tersebut) antara nama 'Abdullah dan sepuluh ekor onta, lalu keluarlah yang nama 'Abdullah; bila yang terjadi seperti ini maka dia terus menambah tebusan atasnya sepuluh ekor onta begitu seterusnya, setiap diundi maka yang keluar adalah nama 'Abdullah dan diapun terus menambahnya dengan sepuluh ekor onta hingga onta tersebut sudah berjumlah seratus ekor berulah undian tersebut jatuh kepada onta-onta tersebut, maka dia kemudian menyembelihnya dan meninggalkannya begitu saja tanpa ada yang menyentuhnya baik oleh tangan manusia maupun binatang buas. Dulu diyat (denda) di kalangan orang Quraisy dan Bangsa 'Arab secara keseluruhan dihargai dengan sepuluh ekor onta, namun sejak peristiwa itu maka dirubah menjadi seratus ekor onta yang kemudian dilegitimasi oleh Islam. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: "Aku lah anak (cucu) kedua orang yang dipersembahkan sebagai sembelihan/kurban". Yakni, Nabi Isma'il 'alaihissalam dan ayah beliau 'Abdullah (Ibnu Hisyam;I/151-155, Tarikh ath-Thabari; II/240-243).
§
'Abdul Muththalib memilihkan buat puteranya, 'Abdullah seorang gadis bernama Aminah binti Wahab bin 'Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab. Aminah ketika itu termasuk wanita idola di kalangan orang-orang Quraisy baik dari sisi nasab ataupun martabatnya. Ayahnya adalah pemuka suku Bani Zahrah secara nasab dan kedudukannya. Akhirnya 'Abdullah dikawinkan dengan Aminah dan tinggal bersamanya di Mekkah. Tak berapa lama kemudian, dia dikirim oleh ayahnya, 'Abdul Muththalib ke Madinah. Ketika sampai disana dia sedang dalam kondisi sakit, sehingga kemudian meninggal disana dan dikuburkan di Daar an-Naabighah al-Ja'di. Ketika (meninggal) itu dia baru berumur 25 tahun dan tahun meninggalnya tersebut adalah sebelum kelahiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana pendapat mayoritas sejarawan. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia meninggal dua bulan atau lebih setelah kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika berita kematiannya sampai ke Mekkah, Aminah, sang isteri meratapi kepergian sang suami dengan untaian ar-Ratsaa' (bait syair yang berisi ungkapan kepedihan hati atas kematian seseorang dengan menyebut kebaikan-kebaikannya-red) yang paling indah dan menyentuh. waalahu a'lam


nadzom alfiyyah ibnu malik

14:20 No Comment
nadzom alfiyyah ibnu malik karangan syeikh al alamah muhammad jamaluddin ibnu abdillah  ibnu malik , silahkan klik download untuk mengambilnya..

1-alfiyyah ibnu malik download

2-alfiyyah ibnu malik download

3-alfiyyah ibnu malik download

4-alfiyyah ibnu malik download

5-alfiyyah ibnu malik download

6-alfiyyah ibnu malik download

7-alfiyyah ibnu malik download

8-alfiyyah ibnu malik download

9-alfiyyah ibnu malik download

10-alfiyyah ibnu malik download

11-alfiyyah ibnu malik download


apa itu sighot dan bina'

22:40 1 Comment






B .SIGHOT DAN BINA’
      SIGHOT adalah bentuk kalimah yang di tinjau dari ma’na ,sedangkan BINA’ adalah bentuk kalimat yang di tinjau dari segi huruf dan tata letaknya. Contoh; ضرب  bina’nya shohih (sebab seluruh huruf asalnya berupa huruf shohih bukan huruf ilat) dan sighotnya fi’il madhi (sebab menunjukan arti yang lmpau)
    -MACAM MACAM SIGHOT
     Adapun sighot kalimah itu seluruhnya ada 11 macam yaitu;
1-SIGHOT FI’IL MADHI
  FI’IL MADHI adalah kalimah yang meunjukan arti pekerjaan dalam waktu lampau contoh;
ضرب ;telah memukul
مات ; telah mati
2-SIGHOT FI’IL MUDHORE’
   FI’IL MUDHORE’ adalah kalimah yang menunjukan arti pekerjaan dalam waktu sekarang (sedang) atau waktu yang akan datang(akan) contoh;يضرب  ;sedang atau akan memukul
3-SIGHOT MASDAR
    MASDAR adalah kalimah yang menunjukan arti pekerjaan atau peristiwa contoh;
ضربا ; pukulan
موتا ;kematian
مضربا ;pukulan
Masdar ada dua macam
    1-masdar ghoiru mim
Masdara yang tidak di mulai dengan huruf mim contoh; ضربا ; pukulan
    2-masdar mim
Masdar yang di mulai dengan mim zaidah (selain dalam wazan مفاعلة )
Contoh; مضربا ;pukulan,sedangkan مفاعلة tidak di namakan masdar mim
5-SIGHOT  ISIM FA’IL
   ISIM FA’IL  adalah kalimah yang menunjukan arti orang yang melakukan pekerjaan
Contoh;ضارب; orang yang memukul
6-SIGHOT ISIM MAF’UL
   ISIM MAF’UL adalah kaimah yang menunjukan arti yangkejatuhan pekerjaan atau menjadi sasaran pekerjaan
Contoh; مضروب ; orang yang di pukul
7-SIGHOT FI’IL AMAR
    FI’IL AMAR adalah klimat yang menunjukan ati perintah melakukan pekerjaan
Contoh; اضرب ;pukulah
8-SIGHOT FI’IL NAHI
  FI’IL NAHI adalah kalimah yang mwnunjukan arti mencegah atau melarang melakukan pekerjaan
Contoh; لا تضرب ; jangan kau memukul
9-SIGHOT ISIM ZAMAN
   ISIM ZMAN adalah kalimah yang menunjukan arti waktu terjadinya pekerjaan
Contoh; مضرب ;waktu memukul
10-SIGHOT ISIM MAKAN
   ISIM MAKAN adalahkalimah yang menunukan arti tempat terjadinya pekerjaan
Contoh; مضرب ;tempat memukul
11-SIGHOT ISIM ALAT
   ISIM ALAT adalah kalmah yang menunjukan arti alat yang untuk melakukan pekerjaan
Contoh; مضرب ; alat nya memukul

definisi tashrif

22:39 No Comment






A.Definisi  tashrif
     TASHRIF menurut lughot adalah perubahan atau perpindahan ,sedangkan menurut istilah para ulama
Shorof adalah perubahan atau perpindahan kalimah dari bentuk satu atau asal satu (masdar/fi’il madli)
Ke bentuk lain yang berbeda beda karena menghendaki ma’n atau maksud yang di inginkan / di tuju.
contoh ;
Asal satu
Ma’na asal
Kalimah yang berbeda-beda
Ma’na yang di tuju
ضرب
Telah memukul
يضرب
اضرب
لاتضرب
ضارب
Sedang /akan memukul
Pukulah
Jangan kau pukul
Yang memukul
Dan seterusnya.
Jadi perubahan dari lafadz ضرب menjadi lafadz يضرب  اضرب لاتضرب ضارب dan seterusnya itu
di namakan  TASHRIF
    adapun bentuk satu atau asal satu menurut ulama bashroh adalah masdar
contoh ضربا ;pukulan نصرا  ;pertolongan
Sedangkan menurut ulama kuffah adalah fi’il madli
Contoh ضَرَبَ   ;telah memukul   نَصَرَ  ;telah menolong

Di dalam kitab tashriffi’il madli letaknya pada urutan pertama sedangkan masdar letak pada urutan ketig coba perhatikan ضَرَبَ  -  يَضرب – ضربا – ومضربا –فهو ضارب – وذاك –الخ

Label 5

 
Distributed By MyBloggerThemes | Blogger Template By Tacni